Dairi I galasibot.co.id
Pemerintah Desa Pegagan Julu VI, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, melalui Kepala Desa Edward Sorianto Sihombing menyampaikan klarifikasi dan sanggahan resmi terkait pemberitaan yang menyudutkan dirinya dalam insiden yang terjadi pada 4 September 2025. Insiden tersebut dituduhkan sebagai tindakan kekerasan dan penghalangan kerja jurnalistik terhadap sejumlah wartawan.
Dalam pernyataannya, Edward Sorianto menegaskan bahwa kejadian tersebut tidak terjadi secara spontan tanpa sebab, melainkan berawal dari kedatangan sejumlah individu yang mengaku sebagai wartawan dan anggota LSM, tanpa pemberitahuan sebelumnya dan tanpa menyampaikan maksud kedatangan secara jelas. Saat itu, Kepala Desa sedang memimpin rapat penting bersama kelompok masyarakat tani membahas strategi pertanian desa.
“Mereka datang tiba-tiba, menyebut untuk silaturahmi. Ketika diminta menunjukkan kartu identitas pers dan surat tugas, mereka tidak merespons secara layak. Ini jelas bertentangan dengan etika profesi jurnalistik,” ujar Edward.
Kepala Desa menambahkan, sesuai Kode Etik Jurnalistik Pasal 6 dan 7, wartawan wajib menunjukkan identitas resmi serta menjelaskan maksud konfirmasi secara terbuka dan etis. Namun, permintaan identifikasi tersebut tidak diindahkan oleh tamu yang bersangkutan.
Lebih lanjut, prosedur konfirmasi yang seharusnya dilakukan wartawan tidak dijalankan. Mereka tidak membuat janji terlebih dahulu, datang di tengah jam kerja tanpa pemberitahuan, dan justru merekam suasana kantor desa tanpa izin.
Kades juga menyampaikan bahwa ketegangan terjadi karena sikap memaksa dan provokatif dari pihak wartawan, bukan karena niat menghalangi tugas jurnalistik. Bahkan, ketika diminta mengisi buku tamu, mereka justru menanggapi dengan nada tinggi dan memancing suasana menjadi panas.
“Kami tidak pernah menghalangi kerja pers. Tapi semua tetap harus melalui prosedur. Tidak bisa seenaknya masuk kantor desa, merekam tanpa izin, apalagi tanpa menunjukkan kartu pers,” lanjutnya.
Kades Edward juga mengkritisi penyebaran video insiden ke media sosial tanpa adanya hak jawab atau konfirmasi kepada pihak desa, yang kemudian menimbulkan penghakiman publik secara sepihak.
“Media sosial bukan tempat untuk mengadili seseorang. Ini bisa mencederai prinsip jurnalisme yang sehat dan berimbang,” tegasnya.
Sebagai penutup, Kades Pegagan Julu VI menyampaikan kesiapan pihak desa untuk menyelesaikan permasalahan secara damai dan berdasarkan hukum, tanpa harus memicu konflik yang lebih besar.
Lebih jauh, Edward menyampaikan bahwa pihaknya tidak menutup ruang dialog dan penyelesaian damai. Namun, ia juga menegaskan kesiapan menempuh jalur hukum apabila tidak ada klarifikasi atau hak jawab dari pihak yang telah mempublikasikan video dan pemberitaan tersebut.
“Kami masih berharap ada itikad baik untuk menyelesaikan ini secara terbuka dan bijak. Tapi kalau tidak ada klarifikasi, kami akan ambil langkah hukum untuk menjaga marwah dan nama baik institusi,” pungkas Edward.(*)