Penulis : Putri Artama (Mahasiswa Fakultas Hukum Unika Santo Thomas )
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu bentuk nyata pelibatan masyarakat dalam sistem demokrasi Indonesia. Pilkada menjadi suatu kesempatan emas bagi masyarakat untuk menyuarakan hak pilihnya lewat kotak suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Lewat Pilkada, masyarakat akan memilih siapa yang menjadi pemimpin mereka selama lima tahun ke depan. Oleh karena itu, pelaksanaan Pilkada hendaknya berjalan sesuai asas-asas yang terkandung dalam pemilihan umum, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Sebagaimana diketahui bersama, pemungutan suara Pilkada akan dilaksanakan pada 27 November 2024. Ini menjadi momen bersejarah bagi masyarakat, karena hasil Pilkada akan menentukan arah pemerintahan daerah selama lima tahun ke depan. Harapannya, kepala daerah yang terpilih dapat mewujudkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat secara efektif. Oleh karena itu, pelaksanaan Pilkada harus sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan amanat konstitusi, yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pilkada sebagai Sarana Kedaulatan Rakyat
Pilkada sejatinya adalah sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Dalam prinsip demokrasi, rakyat merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di negara ini, yang diimplementasikan melalui mekanisme pemilihan umum, termasuk Pilkada. Pancasila, sebagai dasar negara, menegaskan pentingnya musyawarah dan mufakat dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. Sementara itu, Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa negara harus menjamin hak-hak politik rakyat, termasuk hak untuk memilih pemimpin daerah yang dianggap paling mampu menjalankan roda pemerintahan.
Namun, saat ini, pelaksanaan Pilkada tidak jarang diwarnai dengan pelanggaran terhadap asas-asas pemilihan umum yang seharusnya dijunjung tinggi. Pelanggaran-pelanggaran tersebut bisa terjadi pada berbagai tahap, mulai dari kampanye, pemungutan suara, hingga pasca pemilihan. Praktik-praktik pelanggaran ini harus menjadi perhatian serius bagi kita semua, karena dapat merusak kualitas demokrasi dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemilu.
Pelanggaran dalam Pilkada
Pilkada seharusnya menjadi pesta demokrasi yang merayakan kebebasan rakyat untuk memilih pemimpin mereka. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam praktiknya, Pilkada sering kali dipenuhi dengan persaingan sengit yang melibatkan berbagai bentuk kecurangan. Politik uang, kampanye hitam, intimidasi, dan manipulasi data pemilih adalah beberapa contoh pelanggaran yang sering terjadi dalam proses Pilkada. Hal ini menjadi masalah yang mendesak untuk segera ditangani.
Salah satu pelanggaran yang paling mencolok adalah politik uang, di mana calon kepala daerah atau partai politik tertentu memberikan uang atau barang untuk mempengaruhi pemilih dalam memilih calon tertentu. Praktik ini jelas merusak kualitas demokrasi karena mengalihkan fokus pemilih dari visi, misi, dan program calon kepada hal-hal materi yang bersifat sementara. Begitu pula dengan kampanye hitam yang berisi fitnah atau hoaks, yang dapat mengadu domba masyarakat dan merusak reputasi calon pemimpin yang baik.
Selain itu, rendahnya partisipasi pemilih atau angka golput (golongan putih) juga menjadi masalah besar dalam Pilkada. Ketidakpedulian sebagian masyarakat terhadap Pilkada disebabkan oleh berbagai faktor, seperti ketidakpercayaan terhadap sistem politik atau kurangnya pemahaman mengenai pentingnya hak pilih. Hal ini sangat disayangkan, karena Pilkada adalah hak konstitusional yang seharusnya dimanfaatkan untuk memilih pemimpin yang benar-benar dapat mewujudkan kemajuan daerah.
Pencegahan dan Pengawasan Pilkada
Pencegahan terhadap pelanggaran Pilkada merupakan tugas kita bersama, bukan hanya tugas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pemerintah, masyarakat, mahasiswa, dan organisasi kemasyarakatan harus turut serta dalam mengawasi jalannya Pilkada. Dengan pelibatan aktif masyarakat dalam pengawasan, kita bisa mencegah terjadinya pelanggaran yang merugikan demokrasi.
Misalnya, kita bisa menolak praktik politik uang yang bisa merusak proses Pilkada. Apabila ada calon atau pihak tertentu yang menawarkan uang atau barang untuk mempengaruhi pilihan kita, kita sebagai pemilih yang bijak harus menolaknya dengan tegas. Begitu pula dengan kampanye hitam, masyarakat harus cerdas dan tidak mudah terprovokasi oleh informasi palsu yang tersebar di media sosial. Partisipasi masyarakat dalam mengamati jalannya Pilkada dan melaporkan pelanggaran kepada pihak yang berwenang akan membantu mencegah terjadinya kecurangan.
Peran Mahasiswa dan Organisasi Sosial
Mahasiswa, sebagai generasi muda yang cerdas dan kritis, memiliki peran yang sangat strategis dalam mewujudkan Pilkada tanpa pelanggaran. Sebagai agen perubahan, mahasiswa dapat terlibat aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya Pilkada yang bersih dan bebas dari praktik curang. Dengan pemahaman yang baik mengenai proses Pilkada, mahasiswa dapat membantu masyarakat agar tidak terjebak dalam politik uang atau manipulasi.
Selain itu, mahasiswa juga dapat berperan sebagai relawan yang membantu mengawasi jalannya Pilkada, memastikan bahwa setiap tahapan pemilihan dilakukan dengan adil dan jujur. Selain mahasiswa, organisasi kemasyarakatan juga memiliki peran dalam mengedukasi pemilih dan mengawasi proses Pilkada di tingkat lokal. Ini adalah bagian dari kontribusi masyarakat dalam menjaga kualitas demokrasi Indonesia.
Bawaslu sebagai Lembaga Pengawas
Tugas utama Bawaslu adalah memastikan bahwa proses Pilkada berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip pemilu yang jujur dan adil. Bawaslu memiliki kewenangan untuk mengawasi setiap tahapan Pilkada, mulai dari pendaftaran calon hingga pemungutan suara, dan menangani pelanggaran yang terjadi. Pengawasan yang ketat oleh Bawaslu akan meminimalisir potensi pelanggaran dan kecurangan dalam Pilkada. Untuk itu, Bawaslu harus bekerja dengan penuh tanggung jawab dan melibatkan masyarakat dalam setiap proses pengawasan.
Sebagai penutup, Pilkada merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Kita sebagai warga negara yang baik, baik itu masyarakat, mahasiswa, ataupun lembaga pengawas, harus menjaga agar Pilkada mendatang dapat berlangsung tanpa pelanggaran. Tidak ada toleransi terhadap praktik politik uang, kampanye hitam, atau intimidasi. Mari kita semua berpartisipasi aktif untuk mewujudkan Pilkada yang adil dan jujur, demi kemajuan bangsa dan negara. Pilihlah calon kepala daerah dengan hati nurani dan tanpa tekanan dari pihak manapun. Pilkada adalah pesta rakyat, dan mari kita rayakan dengan penuh tanggung jawab.(*)