“Karakteristik sebuah desa yang masyarakatnya sudah makmur dapat dilihat berdasarkan nilai ekononomi kepemilikan asset baik berupa tanah dan bangunan, yang sudah terdaftar memiliki surat berdasarkan administrasi pemerintahan yang berlaku serta membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kepada pemerintahan desa, PBB digunakan untuk keberlangsungan program pembangunan infrastruktur, sarana prasarana umum suatu daerah atau desa.
Sementara desa desa yang dikategorikan miskin sama dengan masyarakatnya yang belum memiliki administrasi daftar asset yang jelas, misalnya memiliki tanah perladangan dan bangunan rumah tempat tinggal akan tetapi tidak memiliki titel atau surat kepemilikan yang sah sehingga, assetnya tidak memilik memiliki nilai ekonomi, dan belum membayar pajak, sehingga PBB yang minim akan berdampak pada minimnnya program pembangunan baik infrastruktur dan sarana prasarana umum lainnya pada suatu daerah atau desa tertentu,
Testimoni di atas merupakan sebuah kesimpulan yang dituangkan oleh penulis dalam catatan yang berjudul “ Reformasi Agraria di Bumi Habonaron Do Bona Simalungun, Demi Untuk Kemakmuran Masyarakat”
Harianto Sinaga mendedikasikan hasil riset yang diperkaya dengan telaah terkini tentang “Reformasi agraria di tanoh Habonaron Do Bona Simalungun demi untuk kemakmuran mayarakat dan pengembangan pariwisata di kawasan Danau Toba agar dapat diakses oleh para pembaca.
Hal ini patut diacungi jempol, bahwa seorang praktisi yang pernah bekerja sebagai penyiar radio, wartawan hingga pendiri media, praktisi, fasilitator di Kementerian Pariwisata Republik Indonesia mampu melakukan riset tentang tantangan reformasi agraria dalam pengembangan destinasi pariwisata dikawasan Danau Toba yang dikaji dari sudut pandang nilai kearifan lokal dan reformasi agraria demi untuk Kesejahteraan masyarakat.
Berbagai penelitian yang dilakukan selama bekerja sebagai fasilitaor di Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, sangat memberikan pengayaan pengalaman sekaligus pendalaman keilmuan.
Proses pembelajaran tidak hanya dilakukan dengan membaca referensi, mengikuti berbagai seminar nasional, dan Internasional, melakukan workshop, sosialisasi tentang Destination Mangement Organization (DMO) dikawasan Danau Toba, tetapi juga bekerja sebagai praktisi pariwisata yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel Restaurant Indonesia (PHRI) Sumatera Utara, dan Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark
Melalui berbagai kesempatan penulis selalu meningkatkan kwalitas diri, melayani dan bekerja secara professional, membangun kerjasama dengan kolega, mengembangkan dan memfasilitasi terbentuknya organisasi Kelompok Sadar Wisata di kawasan Danau Toba, hingga terbentuknnya Badan Pelaksana Otorita Parwisata Danau Toba (BPODT) melakukan pendampingan kelompok masyarakat pariwisata.
Dengan menulis “Reformasi Agraria di Tanoh Habonaron Do Bona Simalungun Demi Untuk Kesejahteraan Rakyat”
Diharapkan akan terbentang jalan panjang untuk melayani dan melestarikan, karena semakin dilestarikan maka semakin mensejahterakan, melayani dengan ilmu dan berilmu dengan melayani penulis berharap akan terus aktif dalam melakukan pelayanan dan penelitian yang dimulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan social.
Masyarakat mengharapkan adanya inovasi riset penelitian yang dapat mempengaruhi lahirnya kebijakan dan program Reformasi Agraria di Tanoh Habonaron Do Bona Kabupaten Simalungun dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Danau Toba
Metode pendekatan Deskripsitif lebih dominan digunakan oleh penulis dalam catatan ini yang diawali dengan meneliti jumlah bangunan rumah dan tanah perladangan yang belum memiliki titel dan atau surat sertifikat di Kelurahan Girsang Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun
Pendekatan ini sangat menarik dilakukan dan memiliki nilai nilai kebersamaan, solidaritas, memiliki ketaatan moral pada leluhur merupakan etika yang masih hidup di tengah tengah masyarakat marga marga batak di kawasan Danau Toba. Kearifan lokal; Etika, Estetika dan Ekonomi.
Ketika dicermati dan dilakukan penelitian sederhana di Kelurahan Kelurahan Girsang, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun, sangat menarik untuk dikembangkan sebagai salah satu destinasi desa wisata di Kawasan Danau Toba, perkampungan tua yang saat ini menjadi Kelurahan Girsang dikenal sebagai Perkampungan awal Marga Sinaga, sebelum menyebar luas ke berbagai penjuru dunia, dimana jejak peradaban seperti “horja bius,” mangase taon, rondang bintang, “marharoan bolon”, “Jejak kerajaan Saneang Naga”, “arsitektur rumah adat batak”, “benda benda cagar budaya”, serta “landscape scanery”, bentang alam Danau Toba yang indah merupakan symbol penting dan relepan yang berkembang hingga saat ini.
Masyarakat marga Sinaga selaku “Sipukka huta” dan marga marga batak lainnya di kawasan Danau Toba memiliki estetika, keselarasan, ketenteraman, keserasian dalam menjaga, melestarikan ekosistem dan dalam bidang ekonomi dapat dilihat dalam bentuk Horja Bius; Peristiwa Pernikahan, Peristiwa Kelahiran dan peristiwa Kematian yang relevan hingga saat ini.
Pesan kearifan dari orangtua sekaligus sebagai guru supaya kita dapat menghayati kata kata bijak; HABONARON DO BONA, Kebenaran adalah yang utama, dalam hal Pangkataion, (Berbicaralah dengan benar) Pingkkiran (berpikiran jernih), Pangulahonon (bertidak dalam Kebenaran), Panujuon (Memiliki Tujuan Cita Cita), asa dipatupa disahappon (Supaya dibentuk diwujudkan dan diungkapkan dalam bentuk; Hapistaron (Kepintaran), Habisuhon (Kebijaksanaan), Hagogoan (Kekuatan), Hagabeon (Sejahtera), Hamoraon (Kekayaan), Hasadaon (Kesatuan), Hasangapon (berkarisma), Hatigoran (Ketulusan), Hasonangon ( bahagia), hasahaton (tumpuan hidup).
Kebenaran dan Kejujuran adalah pokok kehidupan yang utama merupakan pesan pesan leluhur marga Sinaga sipungka huta sebagai teladan dan relevan sebaimana yang dilakukan para leluhur. Hot di Poda ingot di Tona (teguh dalam jati diri konsekwen melaksanakan pesan orang tua).
Reformasi Agrari dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Danau Toba dihasilkan dengan memasukkan tatanan dan orientasi nilia nilai local masyarakat, sebagai modal dasar.
Nilai nilai lokal marga Sinaga sipungka huta di Kelurahan Girsang Simalungun dijadikan sebagai lingkup penelitian, nilai nilai local marga Sinaga sipungka huta seperti; Tarombo (Silsilah), arsitektur rumah adat, kepemilikan benda benda seni cagar budaya serta cerita rakyat jejak kehidupan marga sinaga merintis perkampungan Girsang Simalungun sebagai model yang digunakan dalam pengembangan Destinasi pariwisata untuk kemakmuran masyarakat.
Hasil penelitian maupun pemikiran yang telah diperoleh secara teori perlu disampaikan dalam forum diskusi, konferensi, seminar, dipublikasikan melalui media popular hingga jurnal keilmuan maupun buku referensi.
Dengan demikian isi dalam tulisan ini dapat memberikan informasi maupun inspirasi bagi masyarakat ilmiah maupun masyarakat luas dapat disebarluaskan dalam rangka reformasi agraria
Tulisan ini merupakan salah satu tulisan yang langka dan merupakan tulisan pertama yang ditulis dengan proses penelitian panjang, tentang silsilah (Tarombo) salah satu marga Sinaga Sipungka Huta di Girsang Sipangan Bolon Simalungun dihubungkan dengan upaya pengembangan Perkampungan Bona Ni Pinasa sebagai Destinasi Pariwisata.
Catatan ini ditulis berdasarkan konsep konsep pengembangan pariwisata yang sedang dilaksanakan oleh Kementerian Pariwisata Republik Indonesia yang telah dipraktikkan di Kawasan Danau Toba, tulisan ini dapat menjadi rujukan penting untuk melaksanakan reformasi agraria di Simalungun, diperkaya dengan dokumen Konsep konsep silsilah (Tarombo) dan Nilai nilai kearifan local, yang dapat diterapkan sebagai konsep atau panduan melaksanakan reformasi agraria dan pengembangan Destinasi Pariwisata Danau Toba di Kabupaten Simalungun.
Catatan ini mengandung pengalaman dan observasi lapangan, sehingga dengan membaca tulisan singkat ini, para praktisi pariwisata dan budayawan dapat menyelami pengalaman praktisi dan merefleksikannya menjadi inovasi yang berguna bagi karya berikutnya.
Catatan ini bisa menjadi referensi yang penting dalam mempelajari jati diri Tarombo masyarakat batak dan dapat sebagai referensi, panduan dalam melakukan Reformasi Agraria dan pengembangan destinasi Pariwisata Danau Toba Untuk Kesejahteraan Masyarakat.
Reformasi Agraria di Tanoh Habonaron Do Bona Demi Untuk Kemakmuran Masyarakat dideskripsikan sebagai berikut
“Tanah Urat Namartua (Tempat Suci) Gunung Pusuk Buhit asal Mulani Hajolmaon di Halak Batak, Huta Urat Bona Pasogit asal mulani Margani Sinaga, Girsang Sipangan Bolon Simalungun Bona Ni Pinasa Ni Marga Sinaga”
“Bona Ni Pinasa Marga Sinaga di Simalungun Pulau Sumatera Bagian Timur berbatas Sebelah Dangsina (Selatan) Laut Tawar (Danau Toba) sebelah Utara (Utara) Laut Asin (Samudera Hindia) Sebelah Hasundutan (Barat) Wilayah Kerajaan Nagur Marga Damanik, Wilayah Kerajaan Raja Banua Sobou marga Saragih dan Wilayah Kerajaan Banua Purba. Sebelah Habinsaran (Timur) Berbatas dengan Namartua (Tempat Suci) Dolok (Bukit) Simanuk Manuk Tapanuli Utara”
Kisah secara turun temurun bagi Marga Sinaga di Girsang Simalungun, meyakini bahwa Namartua, Nabadia adalah Sebuah Tempat yang Suci, dalam hal ini disebutlah Gunung Pusuk Buhit merupakan Tano Urat (Asal Mula) Peradaban Kehidupan Bagi Orang Batak.
Perkampungan Urat di Pulau Samosir merupakan Bonani Pasogit Tempat asal mula bagi Marga Sinaga.
Dolok Namartua Siriki, Dolok Namartua Sigualon, Dolok Sisae Sae di Girsang Sipangan Bolon merupakan Bona Ni Pinasa (Tapak Awal Perkampungan) yang dirintis (Sipungka Huta; Simadatalun /Pendasar Heritase) oleh Marga Sinaga.
Pada awalnya Sipungka Huta; Simadatalun (Perintis) Perkampungan Girsang terdiri dari beberapa Orang Marga Sinaga yang datang dari Kampung Urat di Pulau Samosir, Diantaranya Sinaga Porti, Sinaga Sidahapintu, Sinaga Sidabariba, Sinaga Sidasuhut, Sinaga Sidallogan, Sinaga Simandalahi, Sinaga Simanjorang dan Sinaga Simaibang.
Awal mula Girsang Sipangan Bolon sebagai Bona Ni Pinasa (Perkampungan ) bagi Marga Sinaga menurut hikayat para Leluhur, dituturkan secara turun temurun diyakini bahwa pionir, Perintis (Sipungka Huta;Simadatalun) Perkampungan Girsang adalah 8 Orang Marga Sinaga diperkirakan tiba di Girsang sekitar Tahun 1000 Masehi, diperkirakan Generasi ke V, generasi ke VI dan generasi VII dari silsilah Marga Sinaga (Toga Sinaga)
Ke delapan orang marga Sinaga selaku pendasar heritase di Girsang Sipangan Bolon merupakan keturunan dari Toga Sinaga; ;Sinaga Bonor, ;Sinaga Oppu Ratus dan ;Sinaga Uruk dan menjadi sebuah kerajaan yang kuat di Tanoh Habonaron Do Bona Simalungun bersama Kerajaan Nagur Damanik, Banua Sobou Saragih dan Kerajaan Banua Purba.
Dalam konteks Sipungka huta perintis kampung (Golat) Girsang, Marga Sinaga yang bermigrasi dari pulau Samosir menggunakan sampan dari daun pohon sungkit, tiba ke muara sungai Aek Naborsahan di Ajibata, lalu naik menyusuri sungai Sisera sera lalu tiba di “Mual Bolon”, lalu naik ke Dolok Namartua Sirikki, dan Dari Dolok Sirikki memulai persebarannya ke daerah Sumatera bahagian Timur Kabupaten Simalungun saat ini.
Pada awalnya mereka berdiam di suatu tempat bernama Dolok Sirikki dan dinamailah Tempat itu Namartua (Tempat Suci) sebagai perkampungan pertama di Girsang, disebut juga sebagai Bona Ni Pinasa (Perkampungan Awal) marga sinaga dengan batas batas sebelah Dangsina (Selatan) Laut Tawar (Danau Toba) sebelah Utara (Utara) Laut Asin (Samudera Hindia) Sebelah Hasundutan (Barat) Wilayah Kerajaan Nagur Damanik, Wilayah Kerajaan Raja Banua Sobou, Saragih dan Wilayah Kerajaan Banua Purba. Sebelah Habinsaran (Timur) berbatas dengan Namartua (Tempat Suci) Dolok (Bukit) Simanuk Manuk Tapanuli Utara.
Ke delapan keturunan Sinaga selaku pendasar heritase perkampungan di Girsang Sipangan Bolon membagi tapak perkampungannnya berdasarkan nama bukan berdasarkan tarekh kelahiran atau generasi, pembagiannya diatur sebagai berikut:
Sinaga Porti menamai kampungnya huta Porti, Sinaga Sidahapintu menamai kampungnya huta Sidahapintu, Sinaga Sidabariba menamai kampungnya huta Sidabariba, Sinaga Sidasuhut menamai Kampungnya huta Sidasuhut, Sinaga Sidallogan menamai kampungnya huta Sidallogan, Sinaga Simandalahi berkampung di huta Simandalahi, Sinaga Simanjorang berkampung di huta Simanjorang dan Sinaga Simaibang berkampung di huta Simaibang.
Dalam perkembangan global nama perkampungan Girsang, Sipangan Bolon tidak berubah menjadi nama lain, hingga sekarang tetap menggunakan nama asal walaupun sudah mengikuti pembagian wilayah administrasi pemerintahan di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun.
Secara berkelanjutan kehidupan marga Sinaga Sipungka Huta berdasarkan jejak sejarah, bahwa generasi Sinaga sipungka huta hidup rukun dan damai dengan memiliki filosopi hidup Dalihan Natolu; Tolu Sahundulan; Somba Marhula Hula, Manat mardongan tubu, elek Marboru”2. (Disadur dari Kamus Bahasa Batak).
Generasi keturunan marga Sinaga sipungka huta di Girsang, Sipangan Bolon Parapat, Simalungun sejak dahulu belum berubah dalam jati diri atau sikap filosopi hidup Dalihan Natolu yang dijabarkan dalam tiga hal mendasar yaitu ;1. Sakralitas; Habonaron Do Bona; 2. Kesuburan 3. Perkawinan
Konteks Dalihan Natolu; tolu sahundulan; bagi marga sinaga menjalani proses kehidupan dengan mengutamakan prinsip; “parninggala sibola tali, parhatiha na sora muba; parninggala sibola tali, Parhatiha na sora muba” ditemukan dalam dunia batak filosopi Malim parninggala sibola tali.
Meski isinya sangat misterius dan harus diraba raba, maka teks itu diambil dari Raja Patik Tampubolon, diarahkan kepada Raja – Malim Si-Singa Mangaraja, bunyinya adalah: Pangahitan disangap, pangahutan dibadia; sihorus na gurgur, si ambai na longa. Paradat Sijunjung ni Ninggor, paruhum sitingkos ni ari; sipalua na tarbeang, sitanggali na tartali.
Si rung rungi na dapot bubu, sitang-gali na dapot doton; dirambasdo na geduk, Parninggala Sibolatali; marsolup siopat bale, parmesan si sampulu dua, pargantang tarajuan,; parhatian na so Ra Muba; pangiringiring na so jadi lupa; partomutomu na so jadi ambaton. Parindahan raffia na so jadi maho; parsangsing ni onan na so jadi muba.” (Teka Teki Filoshopi DR.A.B Sinaga, yang disarikan dalam “Majalah budaya galasibot,edisi September 2008bhal13-12)
Teka teki filosopi sepertinya tempat penimba kehormatan, penimba kekudusan, pengarungi yang berlebihan dan penambah yang kurang. Penyandang adat yang tegak lurus (seperti tiang utama kebubungan) penyandang hukum tegak lurus (seperti surya kulminasi), pembebas orang terpasung, pembebas orang tergari.
Pelepas ikan dari bubu, pelepas ikan dari jala, pelurus sarwa yang bengkok, Pemilik bajak pembelah tali; pemilik solup berukuran empat bale (Takar), parmasan (emas) 12 bale, pemilik takar menakar padi, pemilik kati tak pemah berubah (asli), pemapah anak yang tak pernah lupa, penyambut tamu tak jemah terhalang, pemilik mahkota penatang sajian tak pernah habis, pemegang tata pasar tak pernah berubah. Kutipan sepotong dari R.P Tampubolon yang disarikan oleh DR.A.B.Sinaga dalam Majalah Galsibot Edisi September 2008 memiliki makna yang terdalam tentang “Parninggala sibola tali, parhatian na Sora Muba” yang menjadi dasar filosopi hi didup yang masih dilakoni secara turunTemurun pada marga Sinaga Sipungka huta di Girsang Sipangan Bolon Parapat Simalungun.
Dalam konteks global dan lokal bagi Marga Sinaga secara turun temurun diyakini bahwa perintis perkampungan Marga Sinaga di Girsang Sipangan Bolon Parapat Kabupaten Simalungun Sumatera Utara yang sudah berkembang saat ini ditujukan untuk mengelola dan mengembangkan Sumber daya yang berkelanjutan (Sustainable) dan Menciptakan nilai tambah budaya secara arif, terintegrasi, holistik, sitemik agar Meningkatkan kualitas Pengalaman hidup, keberlangsungan nila nilai budaya dan bermanfaat bagi masyarakat lokal khususnya Marga Sinaga secara berkelanjutan.
Secara berkelanjutan visi pengembangan dan pengelolaan Bona Ni Pinasa Marga Sinaga di Girsang diemban dengan misi; Semakin dilestarikan semakin mensejahterakan, semakin dilestarikan maka akan semakin mensejahterakan.
Sejak tahun Tahun 1911 hingga Era kepemimpinan Presiden Jokowidodo Marga Sinaga Sipungka Huta di Girsang sudah mengenal dan merasakan dampak pengembangan pariwisata di Kawasan Danau Toba, Dampak reformasi pertanahan dan pengembangan kepariwisataan diperoleh dengan berkembangnya berbagai sarana amenitas pariwisata seperti; penginapan, Mess, Bungalow dan hotel di Girsang Sipangan Bolon.
Amenitas; Hotel pertama yang dibangun di Girsang Sipangan Bolon bernama hotel enhandel matatschappij Toba dengan jumlah kamar sebanyak 5 (lima) kamar.
Hotel pertama bernama enhandel matatschappij Toba di Parapat Girsang Sipangan Bolon dibangun oleh perusahaan dagang belanda ; de Nv Nederlansche Handel-maatschappij. Dewasa ini dikenal dengan Hotel INNA Parapat, Hotel Khas Parapat.
Bentuk dukungan marga Sinaga sipungka huta dalam Pengembangan pariwisata sejak tahun 1911 dilakukan dengan menyerahkan tanah (Golat) kepada group dagang pemerintahan kolonial Belanda, selanjutnya tanah tersebut diregister oleh Belanda dan masyarakat membayar Pajak atau Blasting, disebut dengan eidendum pervonding, dan tanah tersebut dibangun oleh investor group dagang Belanda dan diperuntukkan membangun sarana Amenitas berupa penginapan, mess, bungalow dan hotel dan usaha perkebunan lainnya.
Program pengembangan destinasi pariwisata pada era presiden Jokowidodo sejak tahun 2015 semakin gencar dilaksanakan sesuai dengan visi program Nawa Cita yang dilanjutkan dengan dengan Menerbitkan Peraturan Presiden No 49 Tahun 2016 tentang Pembentukan Badan Pengelola Otorita Pariwisata Danau Toba, dan Peraturan Presiden No 86 Tahun 2018 Tentang Tanah Objek Reforma Agraria dilanjutkan Dengan menetapkan Kawasan Danau Toba sebagai Destinasi Super Prioritas yang akan dikembangkan menjadi Destinasi Pariwisata berkelas Dunia.
Program Nawa Citta Presiden Joko Widodo sangat menginspirasi bagi Marga Sinaga Sipungka huta di Bona Ni Pinasa untuk bersinergy dengan program pengembangan pariwisata yang sedang digerakkan oleh pemerintah.
Strategi pengembangan pariwisata dilakukan dengan mengembangkan kembali Amenitas; Homestay, revitalisasi perkampungan sebagai desa wisata, menggali, konsep konsep tarombo ( Silsilah/garis keturunan) marga Sinaga, melestarikan benda benda cagar budaya, serta merevitalisasi jejak perkampungan marga sinaga sebagai desa wisata berbasis budaya local.
Selain pengembangan Amenitas pengembangan Atraksi pariwisata juga dilakukan sebagai daya tari pariwisata, jenis atraksi yang dapat dikembangakan, berupa Atraksi Budaya, Horja Bius, Mangase Taon, Mangalahat Horbo, Rondang bintang, Mamuhun/Maranggir/Marpangir, Managgar naggari, marsuan eme, mambanting eme, Maninggala, dan atraksi budaya lainnya yang dapat menarik minat para wisatawan.
Dalam proses pengembangan kawasan strategis pariwisata di Kabupaten Simalungun diperhadapkan pada tantangan keterbatasan pengadaan tanah dan lahan, secara ringkas di Kabupaten Simalungun sekitar 70 Persen tapak bangunan rumah dan tanah perladangan milik masyarakat yang belum memiliki Titel atau Sertifikat hak Milik, bahkan belum membayar Pajak PBB
Sebagai contoh di Kelurahan Girsang Terdiri 287 Kepala Keluarga, Memiliki Tapak bangunan rumah sebanyak 287 Unit, dan memiliki pendapatan di bawah 3 huta rupiah per bulan.
Kepemilikan bangunan rumah sebanyak 287 unit di Kelurahan Girsang sangat menarik untuk dicermati karena bangunan rumah yang memiliki Titel atau surat dan atau Sertifikat Hak Milik hanya 30 Persen saja, selebihnya sekitar 70 Persen lagi belum memiliki titel atau sertifikat.
70 persen pemilik rumah di Kelurahan Girsang mendapat pengasilan per bulan rata rata di bawah 3 juta rupiah, dan sangat sulit untuk mengakses Bantuan Modal Usaha dan pertanian lainnya. Karena tidak memiliki titel atau sertifikat dari asset nya untuk meminjam uang dari perbankan atau koperasi.
Dalam tulisan ini data deskripsi Kelurahan Girsang menjadi salah satu data untuk dilakukannya Reformasi Agraria untuk Mendorong Kesejahteraan Masyarakat
Data 70 Persen masyarakat belum memiliki titel dan atau Sertifikat Asset Tanah dan Bangunan Rumah menjadi “key sukses faktor” untuk mendorong kesejahteraan masyarakat melalui “Reformasi Agraria di Tanoh Habonaron Do Bona Simalungun”.
Secara umum Reformasi Agraria berdasarkan amanah Peraturan Presiden No 86 Tahun 2018 dideskirsikan sebagai berikut;
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh bangsa Indonesia pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat; saat ini pemerintah masih perlu mewujudkan pemerataan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah;
Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, perlu pengaturan tentang pelaksanaan Reforma Agraria dalam rangka meningkatkan keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat;
Dalam Peraturan Presiden No 86 Tahun 2018 yang dimaksud dengan:
Reforma Agraria adalah penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui Penataan Aset dan disertai dengan Penataan Akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Penataan Aset adalah penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam rangka menciptakan keadilan di bidang penguasaan dan pemilikan tanah.
Penataan Akses adalah pemberian kesempatan akses permodalan maupun bantuan lain kepada Subjek Reforma Agraria dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang berbasis pada pemanfaatan tanah, yang disebut juga pemberdayaan masyarakat.
Tanah Objek Reforma Agraria yang selanjutnya disingkat TORA adalah tanah yang dikuasai oleh negara dan/atau tanah yang telah dimiliki oleh masyarakat untuk diredistribusi atau dilegalisasi.
Subjek Reforma Agraria adalah penerima TORA yang memenuhi persyaratan dan ditetapkan untuk
menerima TORA.
Tanah Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dan/atau tidak merupakan tanah ulayat Masyarakat Hukum Adat, tanah wakaf, barang milik negara/daerah/desa atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, dan tanah yang telah ada penguasaan dan belum dilekati dengan sesuatu hak atas tanah.
Hak atas Tanah adalah hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum antara pemegang hak dengan tanah, ruang di atas tanah, dan/atau ruang di bawah tanah untuk menguasai, memiliki, menggunakan, dan memanfaatkan tanah yang bersangkutan, termasuk pula ruang di bawah tanah, air, serta ruang di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan penggunaannya
Hak Kepemilikan Bersama atas Tanah adalah hak milik yang diberikan kepada kelompok masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu atas beberapa bidang tanah yang dimiliki secara bersama dan diterbitkan satu sertipikat yang memuat nama serta besarnya bagian masing-masing dari hak bersama, yang diterimakan kepada salah satu pemegang hak milik bersama atas penunjukan tertulis para pemegang hak bersama yang lain.
Sengketa Agraria yang selanjutnya disebut Sengketa adalah perselisihan agraria antara orang perorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas.
Konflik Agraria adalah perselisihan agraria antara orang perorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosial, politis, ekonomi, pertahanan atau budaya.
Pemetaan Sosial adalah kegiatan verifikasi data demografi, geografis, dan spasial serta informasi lainnya terhadap satu lokasi.
Kemampuan Tanah adalah penilaian pengelompokan potensi unsur-unsur fisik wilayah bagi kegiatan penggunaan tanah.
Hak Guna Usaha yang selanjutnya disingkat HGU adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Hak Guna Bangunan yang selanjutnya disingkat HGB adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Pertanian adalah kegiatan mengelola sumber daya alam hayati dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk menghasilkan komoditas
pertanian yang mencakup tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan dalam suatu agroekosistem. Non Pertanian adalah kegiatan di luar bidang Pertanian, baik yang berada di wilayah perkotaan atau perdesaan.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahuya1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria.
Reforma Agraria bertujuan untuk:
a. mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan
tanah dalam rangka menciptakan keadilan;
b. menangani Sengketa dan Konflik Agraria;
c. menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat yang berbasis agraria melalui pengaturan
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah;
d. menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi
kemiskinan;
e. memperbaiki akses masyarakat kepada sumber
ekonomi;
f. meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan; dan
g. memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup.
Berdasrkan deskripsi Amanah Peraturan Presiden No 86 Tahun 2018 Tentang Tanah Objek Reforma Agraria, disesuaikan dengan Kondisi yang dihadapi oleh Warga Masyarakat di Tano Habonaron Do Bona abupaten Simalungun, sekitar 70 Persen belum Memiliki Titel atau Sertifikat alas hak Hak Tanah dan Bangunan, Maka melalui Catatan ini Penulis Menawarkan satu Program Reformasi Agraria di Tanoh Habonaron Do Bona Simalungun Untuk Kesejahteraan Masyarakat
Dalam hal ini sikaf kritis penulis bukan saja dituangkan dalam Tulisan ini, bahkan Penulis Bersedia menjadi Fasilitator untuk Melakukan Pembuatan Titel atau Sertifikat hak milik masyarakat sesuai hukum dan perumdang undangan yang berlaku dan tidak dipungut biaya.(
(Dalam Tulisan ini Penulis Meyertakan No Telepon yang dapat dihubungi setiap saat dalam Kontek Urusan Titel atau Sertifikat Tanah dan Bangunan Masyarakat, Silahkan menguhungi melalui Telepon/Watshap 08137001267, khususnya untuk Kabupaten Simalungun)