Medan I galasibot.co.id
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara menyambut baik terbitnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. 10 Tahun 2024 yang memberikan perlindungan hukum bagi pejuang lingkungan hidup dari tindakan pembalasan. Peraturan ini menjadi langkah signifikan dalam memperkuat keamanan dan perlindungan bagi para aktivis, masyarakat, dan organisasi yang berjuang melawan kerusakan lingkungan, tanpa harus khawatir akan kriminalisasi atau tindakan balasan.
Menutut Direktur WALHI Sumatera Utara: Rianda Purba, dalam siaran persnya menilai bahwa Peraturan ini lahir berdasarkan ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), yang menyatakan bahwa “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.” Ketentuan ini merupakan manifestasi dari sikap akomodatif terhadap SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation), yang mengimplikasikan hak imunitas bagi masyarakat dan aktivis lingkungan dari ancaman tuntutan pidana atau gugatan perdata.
Disampaikannya bahwa SLAPP adalah upaya pembalasan yang dilakukan oleh pihak-pihak berkuasa—seperti pengusaha, perusahaan, atau individu yang terindikasi merusak lingkungan—untuk menghambat upaya masyarakat dalam memperjuangkan lingkungan hidup yang sehat. SLAPP sering kali berupa gugatan hukum yang bertujuan membungkam atau mengintimidasi individu atau kelompok yang berpartisipasi dalam kegiatan publik seperti menyatakan pendapat atau kritik.
Sebaliknya, Anti-SLAPP adalah konsep hukum yang melindungi masyarakat dari gugatan semacam ini, dan awalnya diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1996. Di Indonesia, perlindungan ini tercermin dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, yang menjamin hak setiap orang untuk hidup sejahtera dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta Pasal 66 UUPPLH.
Walhi Sumut menilai bahwa Permen LHK No. 10 Tahun 2024 akan memberikan perlindungan hukum bagi pejuang lingkungan hidup dari berbagai bentuk tindakan balasan, yang diatur dalam pasal 1 ayat 3 sebagai serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pihak yang diduga atau berpotensi melakukan pencemaran atau kerusakan lingkungan terhadap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup. Bentuk tindakan balasan ini dapat berupa pelemahan perjuangan dan partisipasi publik, somasi, proses pidana, dan gugatan perdata, serta ancaman lainnya seperti kriminalisasi dan kekerasan fisik atau psikis.
Di Sumatera Utara, WALHI mencatat bahwa pada tahun 2024, sudah ada 18 warga yang memperjuangkan lingkungan hidup menjadi korban kriminalisasi. Kriminalisasi ini sering kali berupa tuduhan atau dakwaan pidana yang tidak relevan dengan aktivitas mereka dan bertujuan melemahkan perjuangan mereka melawan pencemaran atau kerusakan lingkungan.
Sehingga dengan adanya Permen LHK No. 10 Tahun 2024, diharapkan perlindungan ini dapat diterapkan dengan baik di lapangan. WALHI Sumatera Utara menekankan pentingnya pengawasan ketat untuk memastikan perlindungan ini benar-benar dirasakan oleh para pejuang lingkungan. Selain itu, KLHK juga diharapkan untuk terus mengembangkan berbagai upaya pencegahan, seperti meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum, membentuk forum penegak hukum bersertifikasi lingkungan, serta menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah.
Kami berharap bahwa Permen No. 10 Tahun 2024 akan menjadi fondasi penting dalam mendukung perlindungan hak atas lingkungan hidup yang sehat dan memperkuat advokasi lingkungan hidup di seluruh Indonesia. Terutama di wilayah seperti Sumatera Utara, di mana para pejuang lingkungan sering menghadapi berbagai tantangan dan kriminalisasi.(*)
Penulis berita : Wilfrid Sinaga